Cara Mendidik Anak Usia 0-7 Tahun, 8-14 Tahun Dan 15-21 Tahun
Cara Mendidik Anak Usia 0-7 Tahun, 8-14 Tahun Dan 15-21 Tahun
Harapan setiap manusia yang telah menikah dan berkeluarga yang pertama adalah mempunyai anak. Sebuah keluarga tanpa anak bagaikan sebuah pohon yang tak berbuah, terasa hampa, bosan, bingung, dan selalu merasa ada yang kurang dan tidak lengkap. Bersyukurlah Anda yang telah dipercaya oleh Allah SWT untuk menjaga amanah-Nya, jangan sia-siakan anak-anakmu, jangan kau ingkari kepercayaan Allah dengan ananah yang diberikan kepadamu. Jadikanlah anak-anakmu sebagai aset yang paling berharga bagi Anda. Jadikan anak-anak Anda ladang amal dan pahala yang mengalir untuk Anda di akherat nanti.
Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan orangtua atas anak yang diamanahkan kepada mereka adalah pola asuh yang tepat untuk membantu pembentukan kepribadian anak. Hal ini sesuai dengan konsep islam yang tercantum dalam Hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah R.A “Rosululloh SAW bersabda:
”Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka dia tidak akan dikasihi (anaknya)”.
Dalam memahami hadits tersebut kita harus jauh memandang kedalam relug hati yang paling dalam . Kenapa? Hadits tersebut dapat diartikan bahwa apabila kita menginginkan anak yang berkepribadian mulia, berakhlakul karimah pengasih, penyayang, maka harus dimulai dari orangtua yang selalu memberi tauladan, memberi contoh, membimbing, mendidik, mengasihi dan menyayangi anak-anaknya dengan penuh kesabaran dan tawakal pada Allah SWT. Kenapa demikian? Karena anak adalah cerminan dari orangtuanya.
Kita harus memahami seorang anak, terutama cara berpikir mereka, emosi mereka dan pemahaman mereka. Terkadang orang tua menjadi penguasa yang diktator terhadap anak-anak mereka, anak harus menurut pada orang tua, apa yang dikatakan orang tua harus anak-anak ikuti, orang tua tidak mau tahu keinginan anak, kemauan anak, kebutuhan anak dan hak anak lainnya.
Mulailah dari sekarang memahami anak, mengerti anak karena sebenarnya mendidik dan membimbingh anak menjadi anak yang soleh solehah, berkepribadian mulia dan berakhlakuk karimah tidaklah semudah membalikak telapak tangan. perlu usaha yang keras dan bertahap serta diiringi dengan doa yang tulus serta keikhlasan.
Dalam artikel ini saya mencoba memandang seorang anak dalam tiga fase dan tingkatan, sesuai denga hadist yaitu mendidik anak menurut “ Ali bin Abi Thalib R.A”, sehingga kita bisa mendidik dan membimbing seorang anak semau kita. Tapi menggunakan cara dan teknik, metode yang tepat sehingga harapan kita mempunyai anak yang soleh solehah dak berahlakul karimah menjadi kenyataan. Ada tiga cara ataupun pandangan terhadap anak yaitu:
1. MENJADIKAN ANAK KITA SEBAGAI RAJA/RATU (Usia 0-7 tahun)
Banyak pakar menyebut masa tersebut adalah masa golden age, dimana otak manusia pada usia tersebut telah berkembang sebanyak 50%. Untuk memenuhi kebutuhan perkembangan otak tersebut, pada usia 0-7 tahun anak-anak akan cenderung melakukan eksplorasi terhadap hal-hal baru yang mereka temui. Inilah kenapa Rasulullah meminta kita memberikan kebebasan pada mereka, agar mereka dapat memenuhi rasa penasaran dan ingin tahunya yang demikian besar.
Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus ikhlas adalah hal yang harus kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya :
"Saat kita tanpa lelah mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai punggung kita saat kita kelelahan atau sakit.
"Saat kita berusaha keras menahan emosi dan marah di saat ia melakukan kesalahan, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosi dan kemarahannyanya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya.
"Bila kita langsung menjawab saat anak memanggil kita- bahkan ketika kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab ketika kita memanggilnya.
"Bila kita memaafkan kesalahan yang anak perbuat pada kita, maka lihatlah Dia pasti akan menjadi seorang yang pemaaf.
Maka berusahalah sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, bagaikan seorang Raja atau Ratu insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya kelak kalau orang tua sudah lemah dan tak berdaya.
Maka intinya adalah pada tahap ini anak belajar dari sikap kita kepadanya,
Jika kita lembut kepadanya maka ia akan tumbuh menjadi orang yang lembut. Lembut disini bukan berarti kita memanjakan tapi kita tetap tegas mengenai hal-hal yang baik.
Jika kita kasar kepadanya maka tunggulah balasannya, Dia pasti juga akan kasar pada kita (orangtua) na'udzubillah min dzaalik.
Sebenarnya tidak sulit membentuk kepribadian anak, sebab dalam umur yang masih sangat kecil, dia akan meniru semua yang orang tua lakukan, entah itu perbuatan yang baik maupun buruk. Kalau orang tua memperlakukan anak dengan kebohongan (suka bohong), maka tidak heran kalau anak akan menjadi pembohong. Ini perlu hati – hati, karena kadang orang suka bohong, misalnya menjanjiakn sesuatu agar anak mau makan, agar anak mau diam, agar anak mau menurut tetapi tidak ditepati. Perbuatan seperti itu akan dicontoh dan ditiru oleh anak. Maka berhati-hatilah.
Meskipun status anak adalah RAJA KECIL atau RATU KECIL pada fase ini, orangtua sebaiknya tetap menerapkan peraturan pada anak. Ini dilakukan agar mereka tidak gagap dan kaget ketika memasuki fase berikutnya yaitu fase pendidikan dan bimbingan.
Pembelajaran dengan cara praktik/kerja langsung/demonstrasi dan pemberian contoh/tauladan, tidak perlu mendidik dengan cara kaku dan keras. Keberhasilannya dapat diukur jika Sang Raja punya kedisiplinan permanen, dia akan punya kedisiplinan internal dalam dirinya. Bahkan, dia mampu menjelaskan ulasannya sehingga mampu menarik orang lain untuk melakukan upaya disiplin tersebut.
Intinya, pada fase ini orangtua harus ekstra bersabardan ikhlas terutama dalam melayani keinginan Sang Raja/Ratu Kecil. Selain keinginannya untuk terus bereksplorasi, ia juga akan sangat sering mengajukan pertanyaan dan meminta apa yang diinginkannya. Orangtua harus dapat melayani kebutuhan eksplorasi anak dan menjawab setiap pertanyaannya dengan penuh kelembutan dan perhatian. Insya Allah suatu saat nanti karena keikhlasan kita Allah akan membalas dengan yang lebih baik dari apa yang kita lakukan, berikan pada anak kita.
2. MENJADIKAN ANAK SEBAGAI TAWANAN (usia 8-14 tahun)
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سَوَّارُ بْنُ دَاوُدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغُوا سَبْعًا وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوا عَشْرًا وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ قَالَ أَبِي وَقَالَ الطُّفَاوِيُّ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ سَوَّارٌ أَبُو حَمْزَةَ وَأَخْطَأَ فِيهِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Waqi' telah menceritakan kepada kami Sawwar bin Dawud dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Suruhlah anak-anak kecil kalian untuk melaksanakan shalat pada saat mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkannya) pada saat berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka." Ayahku berkata; dan At Thufawi Muhammad bin Abdurrahman berkomentar; dalam hadits ini terdapat Sawwar Abu Hamzah dan ia telah keliru di dalamnya. (Musnad Imam Ahmad : No 6402)
Kenapa sebagai tawanan? Karena kedudukan tawanan dalam Islam sangatlah terhormat, ia mendapatkan haknya secara proporsional namun juga dikenakan berbagai larangan serta kewajibannya. Anda harus selalu waspada dan siaga menjaga tawanan Anda, tapi Anda juga tidak boleh menyakitinya baik secara fisik maupun mental. anda harus selalu memperhatikan gerak gerik tawanan Anda, jika kelihatan mencurigakan maka selidikilah, tegurlah dan segera selesaikan sebelum menjadi parah dan sulit diatasi.
Saat anak menginjak usia remaja, saatnya anak mengetahui hak dan kewajibannya, tentang akidah dan hukum agama baik yang diwajibkan maupun yang dilarang. Hal-hal tersebut diantaranya: mengerjakan sholat 5 waktu, memakai pakaian yang bersih, rapi, dan menutup aurat, menjaga pergaulan dengan lawan jenis, membiasakan membaca AlQur’an, serta membantu pekerjaan rumah yang sesuai dengan kemampuan anak seusia ini. Pada tahap ini anak juga mulai menerapkan kedisiplinan sehari-hari dengan system reward dan punishment. Hal ini penting dilakukan di tahap ini karena anak sudah mulai mengerti arti tanggung jawab dan konsekuensi tentang suatu hal.
3. MENJADIKAN ANAK SEBAGAI SAHABAT (usia 15-21 tahun)
Membekali anak dengan keahlian hidup.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الشَّامِ أَنْ عَلِّمُوا أَوْلادَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ وَالْفُرُوسِيَّةَ
Artinya, “Umar bin Khattab telah mewajibkan penduduk Syam supaya mengajar anak-anak kamu berenang, dan memanah, dan menunggang kuda.”
Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra.
Cara Menghadapi Anak Usia Remaja Dalam Masa Peralihan Menuju Dewasa
1. Berbicara dari hati ke hati Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa atau masa peralihan. Masa dimana Mereka mencari jati diri. Menanyakan keinginan Mereka, Kemauan Mereka dan membimbingnya untuk mencapai cita-cita Mereka.
Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akan ditayangkan dan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
2. Memberi ruang lebih Setelah memasuki usia akil baliqh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan dan arahan serta bimbingan kita.
Controlling atau pengawasan tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdoa untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
3. Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak- anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan pantang menyerah.
Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik- adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola kuangannya sendiri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri.
4. Membekali anak dengan keahlian, keterampilan/Skill.
Rasulullah bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah” (Riwayat sahih Ima Bukhari dan Imam Muslm) Secara harfiah.
Olah raga berkuda, berenang dan memanah adalah olah raga yang sangat baik untuk kebugaran tubuh. Sebagian menafsirkan bahwa berkuda dapat pula diartikan mampu mengendarai kendaraan (baik kendaraan darat, laut, udara). Berenang dapat disamakan dengan ketahanan dan kemampuan fisik yang diperlukan agar menjadi muslim yang kuat. Sedangkan memanah dapat pula diartikan sebagai melatih konsentrasi dan fokus pada tujuan.
Di era modern, sebagian pakar memperluas tafsiran hadist diatas sebagai berikut :
a. Berkuda = Skill of Life, memberi keterampilan atau keahlian sebagai bekal hidup agar memiliki rasa keberanian, percaya diri, jiwa kepemimpinan dan pengendalian diri yang baik.
b. Berenang = Survival of Life , mendidik anak agar selalu bersemangat, mampu memprediksi, tidak mudah menyerah dan tegar dan kuat dalam menghadapi masalah.
b. Memanah = Thinking of Life, mengajarkan anak untuk membangun kemandirian berpikir, ketelitian, mampu merencanakan masa depan dan menentukan target hidupnya, dan berusaha foccus pada tujuan.
Dengan menjadikannya seperti sahabat, anak akan merasa nyaman berbagi tentang hal apapun, ia tidak akan merasa takut akan dihakimi tentang permasalahannya karena ia memiliki tempat terbaik untuk berdiskusi dalam segala hal. Tentunya kita tidak ingin anak justru salah mendapatkan pengertian tentang hal-hal tertentu dari luar yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebaikannya?
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita harus tahu apa yang Dia (anak) mau.
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita harus saling membantu, mengingatkan, mendukung, memotifasi, mensuporteri.
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita bisa mengetahui isi hatinya, kemauannya, keinginannya, masalahnya. Sehingga dengan demikian kita sebagai sahabat yang notabennya adalah Orangtua dapat membantunya, membimbingnya, mengajarinya, sekaligus mengontrolnya, mengawasinya dan mengarahkannya.
Mudah-mudahan kita selalu diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wata'ala dalam membimbin dan mendidik serta menjaga Amanah-Nya (anak-anak Kita), sehingga Anak-anak Kita akan menjadi aset yang berharga dan ladang pahala bagi Kita (orangtua) diakherat nanti. Aamiin Sumber https://www.anekapendidikan.com/
Harapan setiap manusia yang telah menikah dan berkeluarga yang pertama adalah mempunyai anak. Sebuah keluarga tanpa anak bagaikan sebuah pohon yang tak berbuah, terasa hampa, bosan, bingung, dan selalu merasa ada yang kurang dan tidak lengkap. Bersyukurlah Anda yang telah dipercaya oleh Allah SWT untuk menjaga amanah-Nya, jangan sia-siakan anak-anakmu, jangan kau ingkari kepercayaan Allah dengan ananah yang diberikan kepadamu. Jadikanlah anak-anakmu sebagai aset yang paling berharga bagi Anda. Jadikan anak-anak Anda ladang amal dan pahala yang mengalir untuk Anda di akherat nanti.
Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan orangtua atas anak yang diamanahkan kepada mereka adalah pola asuh yang tepat untuk membantu pembentukan kepribadian anak. Hal ini sesuai dengan konsep islam yang tercantum dalam Hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah R.A “Rosululloh SAW bersabda:
”Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka dia tidak akan dikasihi (anaknya)”.
Dalam memahami hadits tersebut kita harus jauh memandang kedalam relug hati yang paling dalam . Kenapa? Hadits tersebut dapat diartikan bahwa apabila kita menginginkan anak yang berkepribadian mulia, berakhlakul karimah pengasih, penyayang, maka harus dimulai dari orangtua yang selalu memberi tauladan, memberi contoh, membimbing, mendidik, mengasihi dan menyayangi anak-anaknya dengan penuh kesabaran dan tawakal pada Allah SWT. Kenapa demikian? Karena anak adalah cerminan dari orangtuanya.
Kita harus memahami seorang anak, terutama cara berpikir mereka, emosi mereka dan pemahaman mereka. Terkadang orang tua menjadi penguasa yang diktator terhadap anak-anak mereka, anak harus menurut pada orang tua, apa yang dikatakan orang tua harus anak-anak ikuti, orang tua tidak mau tahu keinginan anak, kemauan anak, kebutuhan anak dan hak anak lainnya.
Mulailah dari sekarang memahami anak, mengerti anak karena sebenarnya mendidik dan membimbingh anak menjadi anak yang soleh solehah, berkepribadian mulia dan berakhlakuk karimah tidaklah semudah membalikak telapak tangan. perlu usaha yang keras dan bertahap serta diiringi dengan doa yang tulus serta keikhlasan.
Dalam artikel ini saya mencoba memandang seorang anak dalam tiga fase dan tingkatan, sesuai denga hadist yaitu mendidik anak menurut “ Ali bin Abi Thalib R.A”, sehingga kita bisa mendidik dan membimbing seorang anak semau kita. Tapi menggunakan cara dan teknik, metode yang tepat sehingga harapan kita mempunyai anak yang soleh solehah dak berahlakul karimah menjadi kenyataan. Ada tiga cara ataupun pandangan terhadap anak yaitu:
1. MENJADIKAN ANAK KITA SEBAGAI RAJA/RATU (Usia 0-7 tahun)
Banyak pakar menyebut masa tersebut adalah masa golden age, dimana otak manusia pada usia tersebut telah berkembang sebanyak 50%. Untuk memenuhi kebutuhan perkembangan otak tersebut, pada usia 0-7 tahun anak-anak akan cenderung melakukan eksplorasi terhadap hal-hal baru yang mereka temui. Inilah kenapa Rasulullah meminta kita memberikan kebebasan pada mereka, agar mereka dapat memenuhi rasa penasaran dan ingin tahunya yang demikian besar.
Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus ikhlas adalah hal yang harus kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya :
"Saat kita tanpa lelah mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai punggung kita saat kita kelelahan atau sakit.
"Saat kita berusaha keras menahan emosi dan marah di saat ia melakukan kesalahan, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosi dan kemarahannyanya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya.
"Bila kita langsung menjawab saat anak memanggil kita- bahkan ketika kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab ketika kita memanggilnya.
"Bila kita memaafkan kesalahan yang anak perbuat pada kita, maka lihatlah Dia pasti akan menjadi seorang yang pemaaf.
Maka berusahalah sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, bagaikan seorang Raja atau Ratu insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya kelak kalau orang tua sudah lemah dan tak berdaya.
Maka intinya adalah pada tahap ini anak belajar dari sikap kita kepadanya,
Jika kita lembut kepadanya maka ia akan tumbuh menjadi orang yang lembut. Lembut disini bukan berarti kita memanjakan tapi kita tetap tegas mengenai hal-hal yang baik.
Jika kita kasar kepadanya maka tunggulah balasannya, Dia pasti juga akan kasar pada kita (orangtua) na'udzubillah min dzaalik.
Sebenarnya tidak sulit membentuk kepribadian anak, sebab dalam umur yang masih sangat kecil, dia akan meniru semua yang orang tua lakukan, entah itu perbuatan yang baik maupun buruk. Kalau orang tua memperlakukan anak dengan kebohongan (suka bohong), maka tidak heran kalau anak akan menjadi pembohong. Ini perlu hati – hati, karena kadang orang suka bohong, misalnya menjanjiakn sesuatu agar anak mau makan, agar anak mau diam, agar anak mau menurut tetapi tidak ditepati. Perbuatan seperti itu akan dicontoh dan ditiru oleh anak. Maka berhati-hatilah.
Meskipun status anak adalah RAJA KECIL atau RATU KECIL pada fase ini, orangtua sebaiknya tetap menerapkan peraturan pada anak. Ini dilakukan agar mereka tidak gagap dan kaget ketika memasuki fase berikutnya yaitu fase pendidikan dan bimbingan.
Pembelajaran dengan cara praktik/kerja langsung/demonstrasi dan pemberian contoh/tauladan, tidak perlu mendidik dengan cara kaku dan keras. Keberhasilannya dapat diukur jika Sang Raja punya kedisiplinan permanen, dia akan punya kedisiplinan internal dalam dirinya. Bahkan, dia mampu menjelaskan ulasannya sehingga mampu menarik orang lain untuk melakukan upaya disiplin tersebut.
Intinya, pada fase ini orangtua harus ekstra bersabardan ikhlas terutama dalam melayani keinginan Sang Raja/Ratu Kecil. Selain keinginannya untuk terus bereksplorasi, ia juga akan sangat sering mengajukan pertanyaan dan meminta apa yang diinginkannya. Orangtua harus dapat melayani kebutuhan eksplorasi anak dan menjawab setiap pertanyaannya dengan penuh kelembutan dan perhatian. Insya Allah suatu saat nanti karena keikhlasan kita Allah akan membalas dengan yang lebih baik dari apa yang kita lakukan, berikan pada anak kita.
2. MENJADIKAN ANAK SEBAGAI TAWANAN (usia 8-14 tahun)
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سَوَّارُ بْنُ دَاوُدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغُوا سَبْعًا وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوا عَشْرًا وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ قَالَ أَبِي وَقَالَ الطُّفَاوِيُّ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ سَوَّارٌ أَبُو حَمْزَةَ وَأَخْطَأَ فِيهِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Waqi' telah menceritakan kepada kami Sawwar bin Dawud dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Suruhlah anak-anak kecil kalian untuk melaksanakan shalat pada saat mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkannya) pada saat berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka." Ayahku berkata; dan At Thufawi Muhammad bin Abdurrahman berkomentar; dalam hadits ini terdapat Sawwar Abu Hamzah dan ia telah keliru di dalamnya. (Musnad Imam Ahmad : No 6402)
Kenapa sebagai tawanan? Karena kedudukan tawanan dalam Islam sangatlah terhormat, ia mendapatkan haknya secara proporsional namun juga dikenakan berbagai larangan serta kewajibannya. Anda harus selalu waspada dan siaga menjaga tawanan Anda, tapi Anda juga tidak boleh menyakitinya baik secara fisik maupun mental. anda harus selalu memperhatikan gerak gerik tawanan Anda, jika kelihatan mencurigakan maka selidikilah, tegurlah dan segera selesaikan sebelum menjadi parah dan sulit diatasi.
Saat anak menginjak usia remaja, saatnya anak mengetahui hak dan kewajibannya, tentang akidah dan hukum agama baik yang diwajibkan maupun yang dilarang. Hal-hal tersebut diantaranya: mengerjakan sholat 5 waktu, memakai pakaian yang bersih, rapi, dan menutup aurat, menjaga pergaulan dengan lawan jenis, membiasakan membaca AlQur’an, serta membantu pekerjaan rumah yang sesuai dengan kemampuan anak seusia ini. Pada tahap ini anak juga mulai menerapkan kedisiplinan sehari-hari dengan system reward dan punishment. Hal ini penting dilakukan di tahap ini karena anak sudah mulai mengerti arti tanggung jawab dan konsekuensi tentang suatu hal.
3. MENJADIKAN ANAK SEBAGAI SAHABAT (usia 15-21 tahun)
Membekali anak dengan keahlian hidup.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الشَّامِ أَنْ عَلِّمُوا أَوْلادَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ وَالْفُرُوسِيَّةَ
Artinya, “Umar bin Khattab telah mewajibkan penduduk Syam supaya mengajar anak-anak kamu berenang, dan memanah, dan menunggang kuda.”
Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra.
Cara Menghadapi Anak Usia Remaja Dalam Masa Peralihan Menuju Dewasa
1. Berbicara dari hati ke hati Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa atau masa peralihan. Masa dimana Mereka mencari jati diri. Menanyakan keinginan Mereka, Kemauan Mereka dan membimbingnya untuk mencapai cita-cita Mereka.
Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akan ditayangkan dan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
2. Memberi ruang lebih Setelah memasuki usia akil baliqh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan dan arahan serta bimbingan kita.
Controlling atau pengawasan tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdoa untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
3. Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak- anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan pantang menyerah.
Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik- adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola kuangannya sendiri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri.
4. Membekali anak dengan keahlian, keterampilan/Skill.
Rasulullah bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah” (Riwayat sahih Ima Bukhari dan Imam Muslm) Secara harfiah.
Olah raga berkuda, berenang dan memanah adalah olah raga yang sangat baik untuk kebugaran tubuh. Sebagian menafsirkan bahwa berkuda dapat pula diartikan mampu mengendarai kendaraan (baik kendaraan darat, laut, udara). Berenang dapat disamakan dengan ketahanan dan kemampuan fisik yang diperlukan agar menjadi muslim yang kuat. Sedangkan memanah dapat pula diartikan sebagai melatih konsentrasi dan fokus pada tujuan.
Di era modern, sebagian pakar memperluas tafsiran hadist diatas sebagai berikut :
a. Berkuda = Skill of Life, memberi keterampilan atau keahlian sebagai bekal hidup agar memiliki rasa keberanian, percaya diri, jiwa kepemimpinan dan pengendalian diri yang baik.
b. Berenang = Survival of Life , mendidik anak agar selalu bersemangat, mampu memprediksi, tidak mudah menyerah dan tegar dan kuat dalam menghadapi masalah.
b. Memanah = Thinking of Life, mengajarkan anak untuk membangun kemandirian berpikir, ketelitian, mampu merencanakan masa depan dan menentukan target hidupnya, dan berusaha foccus pada tujuan.
Dengan menjadikannya seperti sahabat, anak akan merasa nyaman berbagi tentang hal apapun, ia tidak akan merasa takut akan dihakimi tentang permasalahannya karena ia memiliki tempat terbaik untuk berdiskusi dalam segala hal. Tentunya kita tidak ingin anak justru salah mendapatkan pengertian tentang hal-hal tertentu dari luar yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebaikannya?
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita harus tahu apa yang Dia (anak) mau.
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita harus saling membantu, mengingatkan, mendukung, memotifasi, mensuporteri.
Dengan menjadikannya sahabat berarti kita bisa mengetahui isi hatinya, kemauannya, keinginannya, masalahnya. Sehingga dengan demikian kita sebagai sahabat yang notabennya adalah Orangtua dapat membantunya, membimbingnya, mengajarinya, sekaligus mengontrolnya, mengawasinya dan mengarahkannya.
Mudah-mudahan kita selalu diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wata'ala dalam membimbin dan mendidik serta menjaga Amanah-Nya (anak-anak Kita), sehingga Anak-anak Kita akan menjadi aset yang berharga dan ladang pahala bagi Kita (orangtua) diakherat nanti. Aamiin Sumber https://www.anekapendidikan.com/
0 Response to "Cara Mendidik Anak Usia 0-7 Tahun, 8-14 Tahun Dan 15-21 Tahun"
Post a Comment